Mengalir
Menenikmati cahaya mentari yang menyapa
dari sendu hingga merekah, menghangatkan derai dari gigil yang menyesakkan,
mestinya mengingatkan kita bahwa diapun hanya menjalankan titah, yang bahkan
lebih taat daripada makhluknya yang berakal ini. Entahlah kenapa justru akalnya
lebih banyak digunakan untuk menggulungkan sekian tapi dalam ketaatannya
sebagai alasan yang sungguh ada-ada saja.
Menghirup udara ini seringkali kita tak
sadari, nikmat mengalir tak tereja, yang bahkan kita baru menyadari saat
diambang batas, atau saat ketiadaannya. Baru meluruh saat kita terdesak dan
merasa butuh, nan saat melimpah kita begitu saja terlena, bahkan tak jarang
mengagungkan yang sama sekali bukan karena kita juga bukan milik kita.
Mendengarkan berbagai alunan dan bisikan,
menggelitik dawai hati yang semestinya mengalirkan rasa takjub dan bersujud,
bahwa semesta begitu syahdu mengalunkan nada-nada. Membuai kita dalam balutan
yang menentramkan bukan justru melenakan hingga alpa segala yang semestinya,
pun menggunakannya justru tuk menjauh dari Nya
Melihat sekitar dengan aneka
warna-warninya, yang cemerlang atau yang menyejukkan, yang menyilaukan atau
yang meredupkan, sungguh mestilah mengantarkan pada kesadaran akan kuasa Nya,
sungguh kita bukanlah apa-apa. Namun ber aku dengan kecongkakan yang berkali
dan mengerat.
نون
Tidak ada komentar:
Posting Komentar